Pages

Monday, April 11, 2011

belum ada judul (2)

[Lelaki]

Pagi ini aku berangkat ke kampus dengan terburu-buru. Mulutku masih sibuk mengunyah potongan terakhir sandwich ketika aku keluar dari mobil dan bergegas menuju ke T building, kantor sekaligus tempatku mengajar.

Semalaman aku terlalu asyik mengerjakan komposisi musik terbaruku. Masih eksperimen sebenarnya, dan belum bisa dibilang sempurna. Sebuah ruangan di salah satu sudut apartemenku yang kusulap menjadi studio musik selalu berhasil membuatku untuk berlama-lama di dalamnya. Tak jarang kudapati diriku terbangun keesokan paginya di sana, masih dengan earphone terpasang di telingaku.

Oke, aku tahu kalian bertanya-tanya, kenapa seorang dosen di sebuah institut housing berkutat dengan urusan musik. Jawabannya sederhana, it’s simply because I love music. Dengan musik aku bisa sejenak melarikan diri dari himpitan beban pekerjaan dan tentu saja,  kenangan akan sosoknya. Wanita yang bertahun-tahun singgah dalam hidup dan hatiku. Musik pula-lah yang telah berhasil membantuku untuk sembuh dari luka yang ditorehkannya. Menghapuskan jejaknya. Serta pelan-pelan melupakannya.

Hmm.. lupa..? Benarkah aku telah benar-benar melupakannya..?


[Perempuan]

Tanganku terasa kebas ketika kupasang kunci di rantai sepedaku. Sekian bulan tinggal di Rotterdam ternyata belum mampu membuatku untuk bersahabat dengan hawa dingin kota ini. Kurapatkan wintercoatku seraya melangkahkan kaki menuju T building. Kuliah hari ini dimulai pukul 9 pagi, dan aku tidak ingin terlambat.

Bukan kuliah sebenarnya, tapi workshop menjelang ujian untuk blok pertama di perkuliahan ini. Akan dipandu oleh Reynold Halls, dosen yang ‘aneh’ itu.

Ya, menurutku dia memang aneh. Beberapa kali mengikuti kuliahnya, membuatku bisa menebak bahwa ada sesuatu yang lain darinya. Cara bicaranya yang kurang lantang serta bahasa tubuhnya yang kurang confident, diam-diam menarik perhatianku. Belum lagi gaya berpakaiannya yang kadang kala cuek semaunya. Dengan rambut ikal tidak beraturan, paduan jumper lusuh dan celana jeans yang ujung pipanya sedikit sobek-sobek sungguh membuatnya lebih cocok disebut sebagai seniman daripada dosen. Tapi di lain waktu dia bisa terlihat begitu charming dengan kemeja plus blazer berwarna gelap yang melapisi tubuh tegapnya. Walau, tetap saja, rambut ikal khasnya tidak bisa dibilang rapi.

Ups.. kenapa aku terlihat begitu detail memperhatikannya ya..?


(bersambung lagi.. :D)

No comments:

Post a Comment