Pages

Tuesday, October 1, 2013

(3) Home Care atau Opname di RS?


Postingan sebelumnya:

Malam itu, Nadaa yang mulai menjalani home-care di rumah karena terkena DB dan typhus sekaligus, alhamdulillah bisa tidur dengan lumayan tenang. Infusnya pun tak masalah. Hanya saja, dia agak sering buang air kecil.

Saat Nadaa tidur, saya berpikir. Apakah mungkin lebih baik opname di rumah sakit saja? Sepertinya lebih terjamin. Lebih dekat dengan para perawat, tidak perlu sms atau menelpon untuk memanggil perawat. Pun tidak perlu menunggu pagi jika malamnya butuh ‘apa-apa’.

Saya mulai menelpon adik saya. Adik berpendapat, kalo DB lebih baik dirawat di RS saja. Lebih aman, terjamin perawatannya, dan lebih simpel. Di rumah malah justru repot lho, begitu katanya.

Di BBM, seorang teman urun rembug. Kebetulan anaknya pernah bedrest di rumah selama sepuluh hari karena terserang typhus. Tapi untuk typhus dan DB sekaligus seperti Nadaa, menurutnyalebih baik dirawat di RS saja.

Saya pun mengirim sms dan menelpon teman lain yang bekerja di RSUD. Menanyakan prosedur pendaftaran di RS (termasuk pengurusan Askes). Teman saya yang baik hati ini pun menganjurkan agar Nadaa dirawat di RS saja. Dia malah langsung memesankan kamar utama, jaga-jaga kalau malam itu atau besok pagi saya berubah pikiran dan membawa Nadaa ke RS.

Alhamdulillah semua baik-baik saja. Bahkan saya masih sempat mengganti cairan infus Nadaa dengan sukses.

Pagi menjelang. Saya masih galau, walaupun Nadaa relatif stabil. Suhu tubuhnya pun sudah normal. Saya menelpon Dokter R, menanyakan jam berapa suster akan datang ke rumah. Sekaligus ‘curhat’ tentang kegalauan hati saya, bahwa mungkin lebih baik Nadaa dirawat di RS saja. 

Tapi lagi-lagi, dokter R menenangkan saya. Ketika saya sampaikan rasa tak pede dengan kemampuan saya soal infus, dan juga makanan Nadaa, sekali lagi beliau bilang, “Nggak susah kok... Makanannya yang halus-halus seperti bubur. Nanti soal infus, kalo ada kesulitan dimatikan dulu, lalu kabari suster.”

Ya sudah, mungkin Nadaa dirawat di rumah saja tidak apa-apa. Toh dokternya bilang juga nggak pa-pa. Kondisi Nadaa secara umum juga baik. Tidak panas, tidak pusing, nafsu makan baik. Saat ditanya apakah merasa lemas, jawabannya pun tidak.

Ohya, selain obat, dokter memberikan Trolit, minuman serbuk untuk menaikkan cairan dan mineral di dalam tubuh. Dokter menginstruksikan agar Nadaa banyak minum air putih, plus mengkonsumsi jus jambu dan P***riSweat.

Ketika ibu saya menelpon, beliau juga menenangkan saya (walaupun sebetulnya lebih prefer Nadaa dirawat di RS). “Pertimbangan dokter pasti bukan tanpa alasan,” kata beliau. Apalagi Dokter R juga pernah merawat ibu ketika sakit di rumah saya, sampai perlu diinfus juga. Hingga Ibu dinyatakan sehat kembali.

Maka sepanjang hari Kamis itu Nadaa meneruskan home-care di rumah. Masih dengan infus yang terpasang di lengan. 

Saya pun relatif tenang, hingga sore datang dan ada kejadian yang membuat saya galau lagi.

(bersambung)

lanjutannya ada di link ini: (4) Repotnya Home-Care

No comments:

Post a Comment