Pages

Tuesday, October 1, 2013

(4) Repotnya Home-Care


Postingan sebelumnya:


Seperti paginya, Kamis sore itu suster kembali datang ke rumah. Kondisi Nadaa baik. Tidak panas, tidak pusing atau lemas.Hanya infusnya sempat agak macet (sebelum suster datang), tapi sudah beres lagi ketika ‘diutak-atik’ suster.

Lalu suster memberi injeksi lewat selang infus. Ketika saya tanya, hanya dijawab antibiotik, anti radang, dan vitamin. Semuanya atas instruksi dokter.

Tak lama setelah suster pulang, Nadaa minta buang air kecil. Ternyata setelah itu infusnya macet lagi. Saya coba kutak-katik seperti yang dicontohkan suster tadi, masih macet dan cairannya tak mau menetes.

Saya pun langsung sms dan telpon ke suster dan Dokter R. Lama tak ada respon. Kembali saya coba memperbaiki infusnya. Nadaa mulai mengeluh tangannya sakit, dan ada darah yang ‘naik’ (ok, saya tau, harusnya saya tak sepanik itu. Toh saya juga sudah beberapa kali diinfus dan kadang ada sedikit darah yang ‘naik’. Tapi kalau melihat anak sendiri yang kesakitan, dan ada yang tak beres dengannya, mau tak mau panik juga sayanya).

Ketika saya coba kutak-katik lagi, saya coba lepas pangkal infus dari botolnya, eeeeh malah infusnya tumpah. Makin paniklah saya. Dokter dan suster juga belum bisa dihubungi.

Akhirnya saya diamkan saja si infus, dalam posisi ‘stop’. Rasa galau kembali merasuk. Kali ini lebih tinggi kadarnya.

Lalu datang sms dari Suster I. Katanya dia dan dokter sedang ada perlu di luar. Nanti akan datang ke rumah saya, jika sudah kembali pulang.

Saya mulai kecewa dengan Dokter R, dan hampir memastikan bahwa keputusan home-care itu ternyata keliru. Oke-lah mungkin si anak baik-baik saja, tidak panas lagi. Tapi kok rasanya kurang maksimal perawatannya. Infus tidak lancar, dokter dan suster pun tidak stand-by.

Saya memutuskan untuk bicara dengan Dokter R, malam itu juga. 

(bersambung)

Untuk baca lanjutannya, sila klik: (5) Lebih Baik ke Rumah Sakit 

No comments:

Post a Comment